KERAGAAN REPRODUKSI IKAN PELANGI KURUMOI (Melanotaenia parva)
TURUNAN PERTAMA (F-1)
1)Bastiar Nur dan Sukarman
ABSTRAK
Penggunaan ikan pelangi kurumoi (Melanotaenia parva) turunan pertama (F-1) hasil budidaya sebagai induk sudah dapat menghasilkan turunan kedua (F-2). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pemijahan induk F-1 serta jumlah larva F-2 yang dihasilkan dalam pemijahannya. Pemeliharaan induk F-1 sebanyak 30 ekor menggunakan bak fiber persegi berukuran 70 x 60 x 50 cm dengan ketinggian air 50 cm dan dilengkapi dengan sistem resirkulasi tertutup. Selama pemeliharaan, induk F-1 diberi pakan berupa Chironomus beku dengan frekuensi 2 (dua) kali sehari secara adlibitum. Pemijahan induk F-1 menggunakan akuarium berukuran 50 x 50 x 35 cm dengan ketinggian air 25 cm. Enam ekor induk jantan dan tiga ekor induk betina dipijahkan secara berpasangan (2 : 1). Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa dari 3 pasang induk F-1 yang dipijahkan selama 4 hari didapatkan rata-rata jumlah telur ovulasi sebesar 223 butir, derajat pembuahan rata-rata sebesar 99,50%, daya tetas telur rata-rata 90,32% dengan rata-rata jumlah larva F-2 yang dihasilkan sebanyak 202 ekor.
Kata kunci : induk ikan pelangi kurumoi F-1, pemijahan, larva F-2
PENDAHULUAN
Ikan pelangi kurumoi (Melanotaenia parva) yang juga dikenal dengan nama “Lake Kurumoi Rainbowfish atau Sunset Dwarf Rainbowfish”, merupakan alah spesies ikan hias air tawar yang endemik di perairan danau Kurumoi di Kabupaten Bintuni, Papua Barat. Ikan ini pertama kali dideskripsi oleh G.R. Allen pada tahun 1990, dan memiliki warna yang sangat menarik yaitu warna merah-orange yang cerah mendominasi sebagian besar tubuhnya (Tappin, 2010). Oleh karena keindahannya tersebut, ikan ini banyak dicari oleh para hobiis ikan hias akuarium lokal dan dunia terutama Eropa. Pemenuhan kebutuhan para pencinta ikan hias pada umumnya masih mengandalkan tangkapan dari alam, termasuk spesies ikan ini sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kepunahan.
Sejak tahun 1996, ikan pelangi kurumoi tercatat dalam redlist IUCN versi 2.3 dengan status rentan (vulnerable) (IUCN, 2011). Sejak G.R Allen mengunjungi danau kurumoi 20 tahun silam, ia pun sudah mendokumentasikan ancaman terhadap habitatnya dan diperkirakan kering habis kurang dari 10 tahun mendatang (Kadarusman dkk., 2010). Penebangan hutan di sekitar danau menjadi faktor utama terjadinya kekeringan karena hilangnya sumber mata air serta menyebabkan pendangkalan dengan adanya erosi tanah yang hebat dan suburnya semak yang menyeruak dan menutupi hampir seluruh permukaan danau (APSOR, 2010). Ikan pelangi kurumoi tidak lagi dijumpai di dalam danau yang kini didominasi oleh ikan introduksi khususnya ikan nila Oreochromis mossambicus, populasinya yang terdesak hanya bisa ditemukan di bekas anak sungai dari danau berupa selokan selebar 40 - 50 cm, drainase danau ini sebelumnya bermuara ke sungai Yakati (Kadarusman dkk., 2010).
1)Peneliti Balai Riset Budidaya Ikan Hias, Depok. Jl. Perikanan No. 13 Pancoran Mas Depok
email: bastiarnurdin@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar